Sejarah fase pertama gerakan
Kristen terbagi ke dalam empat bagian. Yang pertama adalah masa para
apostel (hawariyun) -mereka adalah murid-murid urid terdekat Almasih-
yang menyebar ke seluruh penjuru dunia untuk menyebarkan ajaran Almasih.
Fase ini habis bersamaan dengan kematian Paulus di Roma pada awal tahun enam
puluhan abad pertama. Paulus termasuk orang-orang yang meninggal di tangan
kaisar Nero yang membakar kota Roma kemudian menuduhkannya kepada orang-orang
Kristen.
Fase kedua
yang disebut dengan fase para pastur bermula ketika jemaat-jemaat Kristen
menyebar dengan cepat di seluruh wilayah imperium Romawi. Tetapi penyebaran itu
tidak teratur.
Fase
ketiga bermula sejak akhir abad kedua ketika jemaat-jemaat Kristen terbagi ke
dalam pendeta dan anggota. Bahkan jemaat Kristen ini pecah
dari dalam, ada beberapa golongan yang memisahkan diri karena menolak institusi
para pendeta kemudian membentuk gerakan-gerakan balik, terutama di Mesir, Syam
dan Anatolia.
Adapun
fase keempat dimulai sejak paroh kedua abad keempat, yaitu ketika agama Kristen
telah menjadi agama resmi bagi imperium Romawi. Saat itu kekuasaan gereja Roma
meluas hingga mencakup seluruh wilayahnya. Di sini gereja berubah menjadi
lembaga yang teratur dan menggunakan kekuasaan negara untuk menghabisi
jemaat-jemaat yang tidak sepaham. Di samping juga bisa mempengaruhi kehidupan
politik bahkan mengendalikannya.
Sekarang
tampak jelas bagi kita dari penemuanpenemuan arkeologi terkahir -terutama di
Nag Hamady- bahwa di sana terdapat tulisan-tulisan yang tersebar dari kalangan
umat Kristen pada permulaan zaman Masehi, tapi kemudian hilang sama sekali.
Jemaat-jemaat Kristen perdana itu tidak terorganisir secara rapi. Mereka tidak
memiliki pemimpin atau pendeta yang memimpin kebaktian atau menentukan cara
menafsiran teks suci dan mengamalkannya. Sebaliknya, tiap orang dari mereka,
baik laki-laki maupun perempuan- berhak menyampaikan khutbah di depan jemaat
saat berkumpul dan berhak juga untuk menafsirkan berbagai sisi dogma Kristen.
Dari sini timbullah banyak golongan pada masa itu.
Pada fase
pertama gerakan Kristen, yaitu fase di mana para murid Almasih menyebarkan
dakwah,
jemaat-jemaat Kristen baru terbentuk dari kelompok campuran. Semuanya
ikut serta dalam ritual peribadatan tanpa perbedaan. Pada fase ini, juga tidak
ada pendeta.
Tapi
karena ada beberapa ritual peribadatan yang memerlukan seorang pembimbing atau
pemimpin seperti prosesi pembaptisan dengan air, perayaan paskah dan perayaan
hari kebangkitan biasanya halhal semacam ini dilakukan oleh anggota jemaat yang
paling tua. Lalu bersamaan dengan perjalanan waktu, para pastor mengubah peran
mereka dalam jemaat Kristen menjadi peran pemimpin. Di samping itu
mereka juga menegaskan wewenang mereka dalam menafsirkan teks suci -bahkan
menambahinya- dan akhirnya mengharamkan seluruh anggota jemaat untuk keluar dari
ajaran-ajaran mereka atau berbeda dalam menafsirkannya. Kemudian, mulai
pertengahan abad kedua Masehi para pastor mulai melancarkan kritikan-kritikan
mereka kepada orang-orang yang memiliki pendapat beda. Mereka ini diberi
pilihan: mematuhi ajaran-ajaran itu atau meninggalkan gereja.
Dari sini
timbul perpecahan besar di dalam tubuh jemaat-jemaat Kristen yang ditindas oleh
orang Romawi pada masa itu. Para pastor ini segera menentukan apa saja yang
harus diterima oleh para anggota dan mengumumkan dekret kesaksian yang harus
diumumkan oleh setiap orang Kristen agar diterima ke dalam jemaat ortodoks (mengikuti jalan yang
benar) dan Katolik (yakni universal). Hanya saja, ada
beberapa jemaat Kristen yang menolak redaksi kesaksian itu, terutama jemaat-jemaat yang ada di Mesir.
Bahkan jemaat-jemaat ini tidak mengakui wewenang para pastor. Wewenang itu
menurut mereka didapat dengan cara merampas. Ketika itu, para pastor mengumumkan
bahwa semua orang yang menolak kekuasan mereka adalam kelompok heretik dan
menyimpang dari jalan ortodoks yang benar.
Dalam hal
ini, Uskup Irenaeus, pendeta kota Lyon adalah orang pertama yang menerbitkan
buku yang terdiri dari lima jilid pada tahun 189 M. Dalam buku itu dia menyerang
kelompok-kelompok penolak kekuasaan para pendeta. Setelah itu dia menyeru untuk
melenyapkan segala sesuatu yang bernama ma'rifat (pengetahuan). Dalam
mukadimahnya dia mennyebutkan bahwa alasan penulisannya ini adalah:
"untuk menjelaskan pendapat-pendapat orang-orang yanq
pada saat ini mengajarkan bid'ah... juga untuk memperlihatkan bahwa
pernyataan-pernyataan mereka kontradiktif denqan fakta, selain tidak masuk
akal... saya melakukan ini aqar kalian semua mau menganjurkan orang-oranq yang
kalian gauli agar menghindari kekafiran dan kegilaam semacam ini.
"
Irenaeus
selanjutnya menyebutkan bahwa di antara kitab-kitab palsu itu adalah lnjil
Hakikat yang ditemukan salah satu naskahnya di perpustakaan Nag Hamady. Lima
puluh tahun kemudian Hypholitus - seorang guru di Roma- menerbitkan sebuah buku
yang berjudul Penyalahan Kelompok Heretik untuk menyingkapkan- kepalsuan kaum
heretik (pembuat bidah). Untuk menjelaskan mana yang dianggap benar dan mana
yang dianggap heretik, pertama-tama mereka menentukan dogma-dogma yang mereka
anggap palsu lalu membuat kaedah-kaedah berpikir yang benar.
Sejak saat
nama Arifin (orang-orang yang mengerti) dipakai untuk menyatakan
orang-orang yang keluar dari ajaran-ajaran para pastor akibat mencari
pengetahuan. Hanya saja, pengetahuan yang dimaksud di sini bukanlah pengetahuan
rasio atau inderawi, tetapi yang dimaksud adalah sejenis penglihatan rohani yang
bertujuan untuk mengetahui ruh ilahi dengan cara mengenali diri. Pengetahuan
terhadap diri sendiri bagi kaum Arifin adalah jalan untuk mengetahui
Tuhan, di mana jiwa manusia menurut mereka adalah bagian dari ruh
ilahi.
Kelompok
Arifin ini berbeda dengan para uskup dalam beberapa sisi yang cukup
mendasar. Sementara para pastor mengatakan bahwa Yesus adalah anak Tuhan yang
mempunyai tabiat yang berbeda dengan tabiat manusia lain, lnjil Tomas mengatakan
bahwa setiap orang yang bisa mendapatkan pengetahuan yang sebenarnya akan
menjadi seperi Yesus.
Yesus
bersabda (kepada Thomas): 'Aku bukan tuanmu, karena
engkau telah minum, ... tiap orang minum dari mulutku akan menjadi mirip
denganku, akan tersingkapkan baginya segala sesuatu yanq tersembunyi.
"
Dalam
tulisan-tulisan Nag Hamady, Yesus tidak pernah berbicara mengenai kesalahan dan
ampunan kepada murid-muridnya sebagaimana yang
dilakukan oleh para pastor. Sebaliknya, yang dibicarakan oleh Yesus adalah
masalah kebodohan dan pengetahuan. I<epurnaan menurut kaum Arifin akan
datang ketika manusia telah mengenali tabiat ruhnya, dan mengetahui bahwa yang
kekal itu adalah ruh dan bukan jasad yang mereka anggap sebagai pakaian
temporer. Dengan demikian, kebangkitan Almasih dari antara orang-orang mati
tidak bersifat badani tetapi bersifat rohani. Dalam tulisan-tulisan kelompok
Arifin tidak ada suatu hal yang menunjukkan bahwa Almasih bertemu secara fisik
dengan murid-muridnya. Sebaliknya yang mereka jumpai adalah pengalaman
rohani.
Ketika
kaisar Kostantin memeluk agama Kristen pada pertengahan pertama abad keempat
Masehi, agama baru ini menjadi agama resmi negara. Bersamaan dengan itu, para
pendeta yang sebelumnya dikejar-kejar petuyas berubah menjadi para pemimpin yang
mengeluarkan perintah kepada mereka. Saat itu para pendeta menggunakan wewenang
baru mereka untuk menghabisi kelompok-kelompok yang tidak sejalan dengan
ajaran-ajaran mereka. Untuk itu, mereka mengeluarkan perintah untuk mengharamkan
buku-buku yang menyimpang kemudian membakarnya, sedang kepemilikannya dianggap
sebagai kejahatan yang mendapatkan sanksi hukum. Dalam hal ini perpustakaan
Iskandariah adalah salah satu instansi yang dibakar atas perintah para pendeta
Roma pada paroh kedua abad keempat, yakni waktu disembunyikannya jilidan-jilidan
Nag Hamady di Mesir Selatan. Para biarawan Mesir yang tinggal di biara Santo
Bakhumis di wilayah Nag Hamady mengetahui tingkat bahaya yang mengancam mereka
dan bukubuku ini. Mereka tidak ingin jika
buku-buku tersebut dilalap api. Maka buku-buku itu pun mereka simpan di datam
gentong besar yang mereka sembunyikan di antara kuburan-kuburan
leluhur.
Ketika
para ahli fikih dari kelompok Arifin menolak otoritas para pendeta karena tidak
bersandar pada ajaran Almasih atau murid-murid perdananya, gereja Roma
menyebarkan cerita fiksi yany mengatakan bahwa Santo Petrus setelah menghilang
dari Yerusalem pada pertengahan abad pertama, dia pergi ke Roma dan memberikan
mandat kepada para pasturnya agar menjadi wakil Yesus di atas bumi. Cerita ini
muncul pertama kali pada abad kedua dalam bentuk kisah mitologis. Tapi segera
berubah menjadi bagian utama dari sejarah gereja Roma. Pada zaman modern ini
-abad dua puluh- Vatikan melakukan penggalian di bawah gedung utama di Roma dan
tidak lama setelah itu keluar pengumuman bahwa penggalian itu telah menemukan
tulang-belulang Santo Petrus. Terlepas dari benar dan tidaknya peristiwa ini,
para pendeta berhasil memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan mereka. Pada
abad pertengahan mereka bahkan sangat keterlaluan dalam menggunakan surat izin
melalui penerbitan kupon pengampunan atas nama Yesus.
Strategi
para uskup Roma berhasil menghabisi seluruh tulisan yang berbeda dengan
ajaran-ajaran mereka. Keadaan ini terus bertahan dalam
rentang waktu yang sangat panjang. Baru
berhenti saat diketemukannya perpustakaan Koptik Nag Hamady di Mesir Selatan
setengah abad yang lalu. Jadi selama 19 abad tidak ada informasi tentang
jemaat-jemaat Kristen perdana yang telah punah selain yang
berasal dari tulisan-tulisan para uskup. Tapi penemuan perpustakaan Nag Hamady
itu telah membuka jalan untuk mengetahui keyakinan-keyakinan Kristen yang
tersebar sepanjang dua abad pertama Masehi.